Langsung ke konten utama

BUKAN TITANIC #1 “Terbunuhnya Sang Kapten” Oleh : Imammers



            Seperti berada di dalam kapal besar di tengah samudera lepas. Kapal besar ini membawa berbagai macam manusia yang memiliki tujuan bermacam-macam. Ada yang hanya ingin merasakan keindahan lautan, ada yang ingin mencari ikan, ada yang tidak sengaja masuk kapal, atau ada yang ingin melarikan diri dari daratan dan sebagainya. Namun ternyata terkadang keinginan tak sesuai dengan realita. Badai laut sesekali menerjang mengombang ambing kapal di tengah perjalanan. Membuat semuanya mabuk laut hingga lemas. Tak sedikit yang kecewa karena tujuan-tujuan mereka yang tak kesampaian.
Suasana semakin menegangkan. Membuat semua yang berada di dalamnya harus kuat bertarung melawan semua yang menghadang. Pagi, siang, malam mereka lewati berbulan-bulan. Sifat asli mereka mulai terlihat. Ada yang oportunis, pragmatis, egois, namun ada juga yang masih memiliki hati nurani baik. Ke semuanya itu akan bereaksi manakala persediaan makanan mulai menipis. Hantaman angin tak henti-hentinya mengukur kekuatan kapal besar tersebut. Ikan-ikan hiu mulai bermunculan mengancam kehidupan mereka. Sesekali ikan hiu itu pun menghantam kapal besar tersebut dari depan, belakang dan samping. Guncangan hebat berkali-kali datang. Beberapa dari mereka ada yang terjatuh. Beberapa yang lain ada yang menghimpun semangat perjuangan.
Sampai suatu saat kapal besar itu berlubang. Dan banyak air yang masuk. Membuat semuanya semakin panik. Di tengah kepanikan mereka, ada yang beranggapan bahwa harus ada yang dikeluarkan dari kapal ini agar kapal ini bisa berjalan normal dan mengurangi beban. Dan siapakah yang paling bertanggung jawab terhadap semuanya yang ada di kapal tersebut? Tak lain adalah sang kapten kapal. Mereka yang kecewa dengan keadaan, berhasil membuat konspirasi dan membangun kekuatan untuk membunuh sang kapten dan membuangnya di tengah laut. Kekuatan mayoritas lagi-lagi tak terbendung. Beberapa kelompok coba mencegahnya tapi gagal. Kapten kapal tak mampu berbuat banyak. Ia hanya bisa melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Walaupun sebelumnya ia tahu akan ada yang membunuhnya, tapi ia tetap fokus untuk mengkondisikan kapal agar stabil dan mampu melewati terpaan yang menghadang.
Hari itu pun datang. Tepat di malam jumat sekelompok orang yang dimotori oleh barisan sakit hati itu pun menjalankan rencana puncaknya untuk membunuh kapten kapal. Mereka dobrak segala yang menghadang. Seketika itu pula ruangan kapten dipenuhi oleh manusia-manusia kesetanan. Kordinator kelompok itu pun tak tunggu aba-aba ia langsung menghantam dada kapten menggunakan tombak yang sudah ia siapkan dari jauh-jauh hari. Kapten pun tersungkur, dan tak mampu berkata banyak. Ia hanya mengucapkan, terimakaasih dan meminta maaf kepada semuanya. Manusia yang kesetanan lainnya pun ikut menusukkan belati di perut, pinggang dan kaki sang kapten. Lalu ada pula yang memukul kepala sang kapten dengan tongkat berpaku. Sang kapten coba menangkis dan melawan. Sang kapten tertatih meminta bantuan kepada siapapun yang ada di sana. Tapi semuanya telah terkondisikan agar tidak membantunya. Siapa yang berani membantu kapten maka mereka diancam tak bermasa depan. Sang kapten pun tak sadarkan diri. Mereka mengarak-arak tubuh sang kapten di dalam kapal. Dan akhirnya tubuh sang kapten di buang ke laut.
            Sang kapten dan anak buahnya telah bekerja keras agar kapal tak tenggelam di akhir kematiannya. Namun, kebencian mayoritas tak mampu dilawan hanya segelintir orang. Begitulah kisah tragis sang kapten yang dihianati oleh penumpangnya sendiri. Sekelompok barisan sakit hati itu pun terlihat puas bahagia melihat mayat sang kapten yang tenggelam ke dasar laut. Tapi mereka tak pernah berfikir bagaimana kemudian masa depannya tanpa sang kapten? Siapakah yang memiliki insting sekaliber sang kapten untuk mengkondisikan kapal agar bisa sampai ke pelabuhan?
           

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ringkasan Buku Komitmen Muslim Sejati (Ust. Fathi Yakan) Bagian Pertama

BAB PERTAMA APA ARTINYA SAYA MENGAKU MUSLIM? Bagian pertama buku ini memaparkan karakteristik terpenting yang harus ada pada diri seseorang agar ia menjadi muslim sejati. Berikut akan di bahas secara ringkas karakteristik paling menonjol yang harus ada pada diri seorang muslim agar pengakuannya sebagai penganut agama ini merupakan pengakuan yang benar dan jujur.  Dalil: Qs. Al-Hajj:78 Karakteristik yang harus dimiliki agar menjadi seorang muslim sejati adalah sebagai berikut: Pertama : SAYA HARUS MENGISLAMKAN AKIDAH SAYA          Syarat pertama pengakuan sebagai muslim dan sebagai pemeluk agama ini adalah hendaklah akidah seorang muslim adalah akidah yang benar dan sahih, selaras dengan apa yang terdapat dalam Al-Quran dan sunah Rasulullah Saw. Konsekuensi dari mengislamkan akidah saya: 1.            Saya harus meyakini bahwa pencipta alam ini adalah Allah Yang Hakim (Mahabija...

Kisah Zaky Sang Hafidz Qur’an #2 “Kabar Burung”

(Lanjutan Tulisan  Mujang Kurnia ) Oleh : Imam Maulana             Senja bukan gambaran kesedihan, namun senja hanya tak piawai ungkapkan kebahagiaan bertemu dengan sang malam. Burung-burung kembali ke sangkarnya. Angin sepertinya telah lama pergi, pergi bersama keinginan Zaky untuk menikahi wanita idamannya. Sore itu setelah usai muroja’ah surat At-Takwir di kamarnya yang berada di lantai atas rumahnya, ia kembali teringat dengan perasaanya yang pernah bersarang dalam dadanya. Perasaan ketika ia baru saja menjadi mahasiswa baru di kampusnya. Kenangan tersebut tampaknya sulit dilupakan. Waktu yang terus mempertemukan dengan wanita tersebut malah membuat perasaannya semakin menjadi-jadi. Panah asmara seperti menusuk terlalu dalam, dalam sekali. Dialah Zaky, secinta apapun ia dengan seseorang, ia tidak akan pernah mengatakannya kepada siapapun kecuali kepada Allah di setiap sujudnya. Dadanya seketika menjadi sesak, j...

Mengembalikan Atmosfir Dakwah Yang Hilang #2 “Pejuang Spanduk”

Oleh : Imam Maulana             Tetesan air masih berjatuhan dari asbes rumah besar dakwah di komplek KPN, Kota Serang. Udara dingin menyergap masuk melalui jendela yang terbuka  di ruang kestari yang tepat bersebelahan dengan ruang depan. Di ruang tersebut terdapat 2 buah meja kerja yang disusun menempel dengan jendela, dan 1 meja lagi ditempatkan di pojok ruangan. Kabel-kabel cargeran laptop dan Hp yang kusut seperti menjadi pemandangan sehari-hari di sana. Setiap harinya pun rumah besar itu selalu didatangi oleh kader-kader dakwah yang berbeda-beda dari kampus yang berbeda-beda. Dan ruang kestari menjadi ruang bersama untuk kumpul dan berbagi ilmu. Sama halnya seperti yang terjadi pada malam yang dingin itu, ruang kestari lagi-lagi dipenuhi oleh kader-kader yang mengerjakan pekerjaannya di meja kerja bersama. Hujan lebat baru saja reda, Wildan dan Suhenda masih anteng dengan netbooknya, begitupun dengan Badri yang...