Langsung ke konten utama

BUKAN TITANIC #2 “Tenggelamnya Kapal” Oleh : Imammers




            Setelah beberapa waktu sang kapten mati. Pusat kendali digantikan oleh wakil sang kapten yang baru sadarkan diri dari mabuk lautan yang cukup panjang. Ia pun sebetulnya terkejut dengan tragedi yang menimpa kaptennya. Mau tidak mau, ia harus menjadi sang kapten baru untuk mengkondisikan agar kapal dapat melaju hingga ke tujuan. Walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa insting Sang Kapten sesungguhnya jarang ada yang memilikinya. Sekalipun wakilnya yang telah cukup lama bersamanya. Dalam waktu sekejap seluruh awak kapal pun melupakan hal yang terjadi kemarin. Mereka menaruh harapan betul kepada sang kapten yang baru. Karena mereka hanya bisa berbuat tak mampu bertanggung jawab.
            Sang kapten yang baru memiliki karakter yang berbeda dari kapten sebelumnya. Ia terlalu banyak diam dalam beberapa situasi. Padahal kapal besar ini memiliki berbagai potensi yang bisa dikerahkan untuk melaju lebih cepat. Entahlah, sepertinya ia belum begitu menyatu dan memahami tujuan dan kekuatan yang ada di kapal ini. Hari-hari dilalui oleh para penmpang dengan biasa-biasa saja. Kapal besar tersebut seperti tak memiliki arah dan tujuan. Lajunya mulai ragu-ragu. Badai pun tak pernah datang. Namun, mendung tak jua hilang. Semilir angin menidurkan orang-orang. Membuat semuanya tak sadar bahwa secepatnnya harus sampai atau menutupi bagian yang berlubang. Dek bagian bawah telah terpenuhi oleh air. Hanya tinggal menunggu waktu saja untuk tenggelam.
            Tak mampu berbuat banyak. Sang kapten baru masih tenggelam dalam kegamangan. Awak kapal hanya bisa mencerca sambil tak berbuat apa-apa. Sembari membenarkan posisi tidurnya, mereka berteriak, teriak melihat air semakin mendekat. Semakin banyak yang mati di dalam kapal karena kelaparan. Ada yang stres lalu menceburkan dirinya ke dalam laut. Ada juga yang menantang laut sambil mengacungkan jari tengahnya dengan hati yang berdebar-debar dan mata yang terbelalak.
            Samudera masih tenang. Permukaan tampak santai. Namun biasnya tak bisa ditipu. Di dalam lautan terlihat kecamuk gelombang begitu besar. Aneh. Tanpa gangguan dari luar, nyatanya kapal besar ini sedang menghitung waktu mundur untuk lenyap dari permukaan. Seluruh awak kapal bersama sang kapten baru yang pada mulanya di elu-elukan berkumpul di dek teratas. Mereka hanya bisa memandangi tubuh kapal terlahap lautan.
            Pada saat itu juga, daratan mulai tampak. Hati mereka riang gembira, karena sebentar lagi mereka sampai ke pelabuhan. Sedikit lagi sampai, namun baling-baling kapal tak mau berputar. Hambatan kembali muncul. Ternyata bahan bakar kapal telah habis. Dan kapal besar itu tak mampu melanjutkan perjalanan. Tidak ada pilihan lain selain berenang menuju daratan. Semuanya bersiap-siap mengenakan pelampung untuk coba berenang ke tepian. Dengan sisa-sisa semangat dan tanggung jawab, sang kapten yang baru, ingin berperan di detik-detik akhir tugasnya sebagai kapten. Ia menuntun dan mengkondisikan para awak kapal berenang bersama-sama dengan saling mengikatkan tubuhnya keapada seluruh awak.
            Higga akhirnya mereka yang tersisa sampailah juga di bibir pantai. Mereka semua sejenak memandangi kapal besar yang mereka tinggalkan tenggelam perlahan. Tenggelam bersama harapan besar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ringkasan Buku Komitmen Muslim Sejati (Ust. Fathi Yakan) Bagian Pertama

BAB PERTAMA APA ARTINYA SAYA MENGAKU MUSLIM? Bagian pertama buku ini memaparkan karakteristik terpenting yang harus ada pada diri seseorang agar ia menjadi muslim sejati. Berikut akan di bahas secara ringkas karakteristik paling menonjol yang harus ada pada diri seorang muslim agar pengakuannya sebagai penganut agama ini merupakan pengakuan yang benar dan jujur.  Dalil: Qs. Al-Hajj:78 Karakteristik yang harus dimiliki agar menjadi seorang muslim sejati adalah sebagai berikut: Pertama : SAYA HARUS MENGISLAMKAN AKIDAH SAYA          Syarat pertama pengakuan sebagai muslim dan sebagai pemeluk agama ini adalah hendaklah akidah seorang muslim adalah akidah yang benar dan sahih, selaras dengan apa yang terdapat dalam Al-Quran dan sunah Rasulullah Saw. Konsekuensi dari mengislamkan akidah saya: 1.            Saya harus meyakini bahwa pencipta alam ini adalah Allah Yang Hakim (Mahabija...

Kisah Zaky Sang Hafidz Qur’an #2 “Kabar Burung”

(Lanjutan Tulisan  Mujang Kurnia ) Oleh : Imam Maulana             Senja bukan gambaran kesedihan, namun senja hanya tak piawai ungkapkan kebahagiaan bertemu dengan sang malam. Burung-burung kembali ke sangkarnya. Angin sepertinya telah lama pergi, pergi bersama keinginan Zaky untuk menikahi wanita idamannya. Sore itu setelah usai muroja’ah surat At-Takwir di kamarnya yang berada di lantai atas rumahnya, ia kembali teringat dengan perasaanya yang pernah bersarang dalam dadanya. Perasaan ketika ia baru saja menjadi mahasiswa baru di kampusnya. Kenangan tersebut tampaknya sulit dilupakan. Waktu yang terus mempertemukan dengan wanita tersebut malah membuat perasaannya semakin menjadi-jadi. Panah asmara seperti menusuk terlalu dalam, dalam sekali. Dialah Zaky, secinta apapun ia dengan seseorang, ia tidak akan pernah mengatakannya kepada siapapun kecuali kepada Allah di setiap sujudnya. Dadanya seketika menjadi sesak, j...

Mengembalikan Atmosfir Dakwah Yang Hilang #2 “Pejuang Spanduk”

Oleh : Imam Maulana             Tetesan air masih berjatuhan dari asbes rumah besar dakwah di komplek KPN, Kota Serang. Udara dingin menyergap masuk melalui jendela yang terbuka  di ruang kestari yang tepat bersebelahan dengan ruang depan. Di ruang tersebut terdapat 2 buah meja kerja yang disusun menempel dengan jendela, dan 1 meja lagi ditempatkan di pojok ruangan. Kabel-kabel cargeran laptop dan Hp yang kusut seperti menjadi pemandangan sehari-hari di sana. Setiap harinya pun rumah besar itu selalu didatangi oleh kader-kader dakwah yang berbeda-beda dari kampus yang berbeda-beda. Dan ruang kestari menjadi ruang bersama untuk kumpul dan berbagi ilmu. Sama halnya seperti yang terjadi pada malam yang dingin itu, ruang kestari lagi-lagi dipenuhi oleh kader-kader yang mengerjakan pekerjaannya di meja kerja bersama. Hujan lebat baru saja reda, Wildan dan Suhenda masih anteng dengan netbooknya, begitupun dengan Badri yang...