Langsung ke konten utama

Mau Hidup 1000 Tahun Lagi



by: imammers               

                Suatu ketika ada pohon yang amat besar di sebuah desa. Akarnya kekar mencengkram tanah. Batang-batangnya membentang mengarah ke langit. Daun-daunnya yang hijau setia memayungi bumi. Saat angin bertiup keluarlah suara-suara merdu. Bisa jadi ia memiliki usia puluhan tahun atau bahkan sampai ratusan dan ribuan tahun. Setiap tahun pohon tersebut dapat menghasilkan buah-buahan yang cukup menghidupi desa dari kelaparan. Tapi, kebanyakan orang-orang desa tidak mengetahui kapan pohon besar itu mulai muncul dan tidak peduli sampai kapan pohon itu ada.
Dengan berbagai cara, orang-orang desa mengambil buah dari pohon itu. Ada yang melemparinya dengan batu-batu hingga buahnya jatuh. Ada yang menyogok-nyogok dengan sebilah bambu. Ada pula yang menggoyang-goyang dahannya. Setelah mereka dapat buahnya, mereka meninggalkan pohon itu dan kembali lagi ketika mereka membutuhkan buahnya.
 Tidak jarang pula ada yang pulang dengan tangan hampa, karena ia tidak berhasil menjangkau buahnya. Lalu apakah yang dilakukan oleh orang-orang seperti ini. Kadang mereka membuat sebuah pengumuman kepada orang-orang desa bahwa buah-buahan yang dihasilkan oleh pohon itu sudah tidak lagi enak, dan bahkan beracun. Dan orang-orang desa pun ada yang percaya dan ada yang menentang menolak percaya.
Bukan hanya didatangi oleh penikmat buah. Pohon itu juga didatangi oleh anak-anak kecil yang hanya ingin bermain, berlari-lari disekitarnya. Pun ada yang datang hanya sekedar ingin menyandar dan tidur dibawahnya. Karena pohon itu meneduhkan. Ada juga yang datang membawa sebilah golok memotongi tangkai-tangkainya yang mengering untuk dijadikan kayu bakar.
Pohon tua besar itu hadir tidak tiba-tiba. Ia melewati proses yang amat sulit. Sesaat ia mulai tumbuh karena benih yang mungkin tak sengaja tertanam. Ia tumbuh di tanah lapang berjuang melewati masa-masa kritis yang segala kemungkinan dapat terjadi; Terinjak-injak atau bisa juga mati karena tak dapat pasokan air yang cukup. Setelah tumbuh sedikit, batangnya yang masih lunak pun bisa saja layu karena harus berlomba dengan tumbuhan yang lebih dulu hadir untuk menyerap air. Akarnya yang hanya menempel bisa saja tercabut karena tak kuat menahan derasnya hujan. Daun pertamanya bisa saja kering, karena panas matahari yang semakin panas dari biasanya. Ia melewati tahun demi tahun dengan kerasnya perjuangan. Semakin tinggi pohon itu, semakin besar angin yang datang. Saat malam ia kedinginan, dan siang ia kepanasan. Namun, ia tetap berjuang, tumbuh semakin kuat melewati hari-harinya yang sulit luar biasa. Ia bahagia manakala buah-buahan mulai muncul di sela-sela dedaunan. Karena, ia berfikir bahwa buah-buahan tersbeut pasti bisa dinikmati banyak orang. Dan ia pun sedih manakala ditinggal daun-daun yang berguguran. Biarpun daun-daun berguguran pohon akan tetap tegak berdiri.
Entah sampai kapan pohon itu akan ada. Pohon itu telah menyadari bahwa ia tidak akan abadi. Suatu saat ia kan mati. Setiap ia ingat akan hal itu, ia sedih. Karena ketika ia mati, ia tak dapat lagi memberikan buah-buahan untuk selamanya. Ia pun memikirkan tentang masa depan desa tersebut ketika harus ditinggal olehnya. Ia lalu berusaha untuk membuat tunas-tunas baru dari akarnya. Dan ia berwasiat kepada orang-orang di desa bahwa ia ingin hidup 1000 tahun lagi tapi sebentar lagi ia sudah tidak lagi berbuah, dan daunnya tak lagi hijau. Itu tandanya ia telah mati. Dan ia meminta kepada orang-orang di desa untuk menebangnya dan kayunya dibuat sebagai kebutuhan papan bagi desa tersebut. Sehingga walaupun ia telah tiada, tapi ia tetap bermanfaat sepanjang hayat.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ringkasan Buku Komitmen Muslim Sejati (Ust. Fathi Yakan) Bagian Pertama

BAB PERTAMA APA ARTINYA SAYA MENGAKU MUSLIM? Bagian pertama buku ini memaparkan karakteristik terpenting yang harus ada pada diri seseorang agar ia menjadi muslim sejati. Berikut akan di bahas secara ringkas karakteristik paling menonjol yang harus ada pada diri seorang muslim agar pengakuannya sebagai penganut agama ini merupakan pengakuan yang benar dan jujur.  Dalil: Qs. Al-Hajj:78 Karakteristik yang harus dimiliki agar menjadi seorang muslim sejati adalah sebagai berikut: Pertama : SAYA HARUS MENGISLAMKAN AKIDAH SAYA          Syarat pertama pengakuan sebagai muslim dan sebagai pemeluk agama ini adalah hendaklah akidah seorang muslim adalah akidah yang benar dan sahih, selaras dengan apa yang terdapat dalam Al-Quran dan sunah Rasulullah Saw. Konsekuensi dari mengislamkan akidah saya: 1.            Saya harus meyakini bahwa pencipta alam ini adalah Allah Yang Hakim (Mahabija...

Kisah Zaky Sang Hafidz Qur’an #2 “Kabar Burung”

(Lanjutan Tulisan  Mujang Kurnia ) Oleh : Imam Maulana             Senja bukan gambaran kesedihan, namun senja hanya tak piawai ungkapkan kebahagiaan bertemu dengan sang malam. Burung-burung kembali ke sangkarnya. Angin sepertinya telah lama pergi, pergi bersama keinginan Zaky untuk menikahi wanita idamannya. Sore itu setelah usai muroja’ah surat At-Takwir di kamarnya yang berada di lantai atas rumahnya, ia kembali teringat dengan perasaanya yang pernah bersarang dalam dadanya. Perasaan ketika ia baru saja menjadi mahasiswa baru di kampusnya. Kenangan tersebut tampaknya sulit dilupakan. Waktu yang terus mempertemukan dengan wanita tersebut malah membuat perasaannya semakin menjadi-jadi. Panah asmara seperti menusuk terlalu dalam, dalam sekali. Dialah Zaky, secinta apapun ia dengan seseorang, ia tidak akan pernah mengatakannya kepada siapapun kecuali kepada Allah di setiap sujudnya. Dadanya seketika menjadi sesak, j...

Mengembalikan Atmosfir Dakwah Yang Hilang #2 “Pejuang Spanduk”

Oleh : Imam Maulana             Tetesan air masih berjatuhan dari asbes rumah besar dakwah di komplek KPN, Kota Serang. Udara dingin menyergap masuk melalui jendela yang terbuka  di ruang kestari yang tepat bersebelahan dengan ruang depan. Di ruang tersebut terdapat 2 buah meja kerja yang disusun menempel dengan jendela, dan 1 meja lagi ditempatkan di pojok ruangan. Kabel-kabel cargeran laptop dan Hp yang kusut seperti menjadi pemandangan sehari-hari di sana. Setiap harinya pun rumah besar itu selalu didatangi oleh kader-kader dakwah yang berbeda-beda dari kampus yang berbeda-beda. Dan ruang kestari menjadi ruang bersama untuk kumpul dan berbagi ilmu. Sama halnya seperti yang terjadi pada malam yang dingin itu, ruang kestari lagi-lagi dipenuhi oleh kader-kader yang mengerjakan pekerjaannya di meja kerja bersama. Hujan lebat baru saja reda, Wildan dan Suhenda masih anteng dengan netbooknya, begitupun dengan Badri yang...