Langsung ke konten utama

Kaca Mata Hitam Di Kepala


blob:https%3A//web.whatsapp.com/blob:https%3A//web.whatsapp.com/ 
                Mulai sekarang saya ingin kembali menulis. Apapun, bagaimanapun. Kenapa? bermula dari beberapa waktu lalu di grup wa, salah satu senior memposting tulisannya yang cukup sederhana dan bijaksana. Tentang pandangannya terhadap dualisme KA (Keluarga Alumni) KAMMI. Dimana dualisme itu hal menjadi sesuatu yang disayangkan. Tapi katanya berpisah adalah keniscayaan dan bersatu adalah pilihan. Tapi bukan itu yang ingin saya ceritakan pada kesempatan ini. Bahwa tulisan senior saya itu mengingatkan pada tulisan-tulisannya di blog wordpressnya. Banyak tulisan kisah perjalanannya semasa kuliah sampai kisah pelabuhan cintanya. Itu membuat saya kembali terdorong untuk menulis lagi.
                Jadi, akhir-akhir ini saya merasakan sebuah turbulensi kehidupan yang amat menggelisahkan. Kalau Samuel P Huntington membahas tentang pertentangan peradaban, yang sedang saya hadapi ini jauh lebih dahsyat, adalah pertentangan kehidupan mahasiswa akhir.  Kapan perjuangan mahasiswa akhir ini berakhir? Tentu saat tugas-tugas berakhir. Dan kapan perjuangan ini semakin panjang? Yakni saat kita mulai malas mengerjakan tugas. Memang bisa dikatakan malas, atau saya lebih merasakan bahwa ini bukan malas, melainkan ancang-ancang untuk berlari lebih kencang. Saya tarik mundur semua hal yang berkaitan dengan akademik. Dan pada saatnya saya akan melesat lebih cepat untuk tunaikan perjuangan mahasiswa akhir ini.
                Pada saat ini saya sengaja ingin menarik diri dari dunia akademik. Ada hal unik yang juga sedang saya lakukan, ialah memanjangkan rambut. Tapi sayangnya rambut saya nggak lurus, jadi sulit tertata. Kebetulan beberapa hari lalu saya pulang ke rumah yang ada di Cikande. Saya liat ada kacamata hitam tergeletak bebas, lemah tak berdaya. Langsung saya comot dan sekedar coba-coba dipakai. Ternyata kaca mata hitam ini cocok juga dipakai dikepala untuk merapikan rambut yang acak-acakan.

                Semenjak menemukan kaca mata hitam itu, saya sering pakai di kepala untuk merapikan rambut yang mulai berdemo untuk dipangkas. Namun saya tidak ingin di pangkas dulu sampai ahirnya saya mulai habis kesabaran dalam merawat rambut ini. 111116

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ringkasan Buku Komitmen Muslim Sejati (Ust. Fathi Yakan) Bagian Pertama

BAB PERTAMA APA ARTINYA SAYA MENGAKU MUSLIM? Bagian pertama buku ini memaparkan karakteristik terpenting yang harus ada pada diri seseorang agar ia menjadi muslim sejati. Berikut akan di bahas secara ringkas karakteristik paling menonjol yang harus ada pada diri seorang muslim agar pengakuannya sebagai penganut agama ini merupakan pengakuan yang benar dan jujur.  Dalil: Qs. Al-Hajj:78 Karakteristik yang harus dimiliki agar menjadi seorang muslim sejati adalah sebagai berikut: Pertama : SAYA HARUS MENGISLAMKAN AKIDAH SAYA          Syarat pertama pengakuan sebagai muslim dan sebagai pemeluk agama ini adalah hendaklah akidah seorang muslim adalah akidah yang benar dan sahih, selaras dengan apa yang terdapat dalam Al-Quran dan sunah Rasulullah Saw. Konsekuensi dari mengislamkan akidah saya: 1.            Saya harus meyakini bahwa pencipta alam ini adalah Allah Yang Hakim (Mahabija...

Kisah Zaky Sang Hafidz Qur’an #2 “Kabar Burung”

(Lanjutan Tulisan  Mujang Kurnia ) Oleh : Imam Maulana             Senja bukan gambaran kesedihan, namun senja hanya tak piawai ungkapkan kebahagiaan bertemu dengan sang malam. Burung-burung kembali ke sangkarnya. Angin sepertinya telah lama pergi, pergi bersama keinginan Zaky untuk menikahi wanita idamannya. Sore itu setelah usai muroja’ah surat At-Takwir di kamarnya yang berada di lantai atas rumahnya, ia kembali teringat dengan perasaanya yang pernah bersarang dalam dadanya. Perasaan ketika ia baru saja menjadi mahasiswa baru di kampusnya. Kenangan tersebut tampaknya sulit dilupakan. Waktu yang terus mempertemukan dengan wanita tersebut malah membuat perasaannya semakin menjadi-jadi. Panah asmara seperti menusuk terlalu dalam, dalam sekali. Dialah Zaky, secinta apapun ia dengan seseorang, ia tidak akan pernah mengatakannya kepada siapapun kecuali kepada Allah di setiap sujudnya. Dadanya seketika menjadi sesak, j...

Mengembalikan Atmosfir Dakwah Yang Hilang #2 “Pejuang Spanduk”

Oleh : Imam Maulana             Tetesan air masih berjatuhan dari asbes rumah besar dakwah di komplek KPN, Kota Serang. Udara dingin menyergap masuk melalui jendela yang terbuka  di ruang kestari yang tepat bersebelahan dengan ruang depan. Di ruang tersebut terdapat 2 buah meja kerja yang disusun menempel dengan jendela, dan 1 meja lagi ditempatkan di pojok ruangan. Kabel-kabel cargeran laptop dan Hp yang kusut seperti menjadi pemandangan sehari-hari di sana. Setiap harinya pun rumah besar itu selalu didatangi oleh kader-kader dakwah yang berbeda-beda dari kampus yang berbeda-beda. Dan ruang kestari menjadi ruang bersama untuk kumpul dan berbagi ilmu. Sama halnya seperti yang terjadi pada malam yang dingin itu, ruang kestari lagi-lagi dipenuhi oleh kader-kader yang mengerjakan pekerjaannya di meja kerja bersama. Hujan lebat baru saja reda, Wildan dan Suhenda masih anteng dengan netbooknya, begitupun dengan Badri yang...