Langsung ke konten utama

Post Power Syndrome




Pergibahan Duniawi di Sudut Grup WA Terselubung
(Serial Kepemimpinan 2)


Saya teringat dengan pesan dari salah satu guru saya, kira-kira beliau memberikan nasihat tentang menyikapi sebuah jabatan tertentu. Letakkan jabatan itu di genggaman, dan jangan sampai jabatan tersebut masuk ke dalam dada-dada kita. Sebab jika masuk ke dalam dada kita, maka jabatan tersebut akan mengendalikan diri kita. Namun jika jabatan itu ada di genggaman, maka kitalah yang akan mengendalikannya. 

Seseorang yang dalam kurun waktu tertentu memegang jabatan tertentu, biasanya tidak mudah untuk melepaskan jabatannya begitu saja. Apalagi posisi jabatan tersebut juga digunakan untuk mencari sumber penghasilan. Sedangkan usia seseorang tidak ada yang abadi, serta jabatan juga punya durasi. Di sini pentingnya kita menyadari bahwa tidak ada yang abadi. Boleh jadi hari ini jabatan kita mentereng, mungkin sebagai pejabat negara atau pimpinan organisasi yang memiliki nilai presticius, fasilitas dibiayai negara atau organisasi, segala yang diperlukan bukan persoalan yang sulit, dan kita juga menikmati segala kemudahan-kemudahan yang banyak, namun kita tidak boleh lupa bahwa itu semua tidak abadi.

Suatu saat Allah akan mengambil apa-apa yang dititipkan kepada kita, termasuk harta dan tahta beserta fasilitas-fasilitasnya. Selain itu generasi juga terus lahir, maka apabila kita terlalu lama dan nyaman duduk di suatu jabatan tertentu, itu sama artinya kita tidak memberikan ruang kepada generasi lebih muda untuk menjadi pengganti. 

Beberapa tahun yang lalu, saya hadir dalam forum yang berisi para orang tua. Mereka mulai agak gelisah, sebab mereka mulai sadar bahwa mereka tak lagi muda, dan durasi mereka berada di pucuk kebijakan juga tak akan lama lagi. Mereka mulai sadar, jika mereka tetap ada di sana dalam kurun waktu yang lama, maka nanti angkatan muda akan pergi dan mencari jalan lain yang bisa memfasilitasi ambisi-ambisi anak-anak di usia muda. Jika anak-anak muda mulai pergi, orang tua akan menanggung beban lebih berat di usia senjanya. 

Dalam proses regenerasi biasanya muncul senioritas. Orang tua yang sebelumnya duduk di jabatan atau struktur tertinggi biasanya selalu ingin turut campur pada persoalan anak-anak muda yang kini telah menggantikan mereka. Seolah-olah mereka tidak percaya bahwa para penggantinya tidak jauh lebih baik. Padahal setiap kita punya masa nya masing-masing, punya ujiannya masing-masing. Biarkanlah anak-anak muda itu menyelesaikan persoalannya dengan caranya. Orang tua tidak perlu turun tangan, cukup berikan penguatan, nasihat, dan dukungan. 

Kehidupan ini adalah sebuah pembelajaran. Tidak perlu takut salah berlebihan pada strategi-strategi yang digunakan anak-anak muda. Biarkan mereka mencicipi pahit, manisnya perjuangan. Berikan kesempatan kepada mereka untuk berkembang dan menyelesaikan persoalannya sendiri.

Tak ada yang abadi, bersiaplah para pengganti..

(namanya juga gibah, jangan tuntut tulisan ini agar ilmiah..)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ringkasan Buku Komitmen Muslim Sejati (Ust. Fathi Yakan) Bagian Pertama

BAB PERTAMA APA ARTINYA SAYA MENGAKU MUSLIM? Bagian pertama buku ini memaparkan karakteristik terpenting yang harus ada pada diri seseorang agar ia menjadi muslim sejati. Berikut akan di bahas secara ringkas karakteristik paling menonjol yang harus ada pada diri seorang muslim agar pengakuannya sebagai penganut agama ini merupakan pengakuan yang benar dan jujur.  Dalil: Qs. Al-Hajj:78 Karakteristik yang harus dimiliki agar menjadi seorang muslim sejati adalah sebagai berikut: Pertama : SAYA HARUS MENGISLAMKAN AKIDAH SAYA          Syarat pertama pengakuan sebagai muslim dan sebagai pemeluk agama ini adalah hendaklah akidah seorang muslim adalah akidah yang benar dan sahih, selaras dengan apa yang terdapat dalam Al-Quran dan sunah Rasulullah Saw. Konsekuensi dari mengislamkan akidah saya: 1.            Saya harus meyakini bahwa pencipta alam ini adalah Allah Yang Hakim (Mahabija...

Kisah Zaky Sang Hafidz Qur’an #2 “Kabar Burung”

(Lanjutan Tulisan  Mujang Kurnia ) Oleh : Imam Maulana             Senja bukan gambaran kesedihan, namun senja hanya tak piawai ungkapkan kebahagiaan bertemu dengan sang malam. Burung-burung kembali ke sangkarnya. Angin sepertinya telah lama pergi, pergi bersama keinginan Zaky untuk menikahi wanita idamannya. Sore itu setelah usai muroja’ah surat At-Takwir di kamarnya yang berada di lantai atas rumahnya, ia kembali teringat dengan perasaanya yang pernah bersarang dalam dadanya. Perasaan ketika ia baru saja menjadi mahasiswa baru di kampusnya. Kenangan tersebut tampaknya sulit dilupakan. Waktu yang terus mempertemukan dengan wanita tersebut malah membuat perasaannya semakin menjadi-jadi. Panah asmara seperti menusuk terlalu dalam, dalam sekali. Dialah Zaky, secinta apapun ia dengan seseorang, ia tidak akan pernah mengatakannya kepada siapapun kecuali kepada Allah di setiap sujudnya. Dadanya seketika menjadi sesak, j...

Mengembalikan Atmosfir Dakwah Yang Hilang #2 “Pejuang Spanduk”

Oleh : Imam Maulana             Tetesan air masih berjatuhan dari asbes rumah besar dakwah di komplek KPN, Kota Serang. Udara dingin menyergap masuk melalui jendela yang terbuka  di ruang kestari yang tepat bersebelahan dengan ruang depan. Di ruang tersebut terdapat 2 buah meja kerja yang disusun menempel dengan jendela, dan 1 meja lagi ditempatkan di pojok ruangan. Kabel-kabel cargeran laptop dan Hp yang kusut seperti menjadi pemandangan sehari-hari di sana. Setiap harinya pun rumah besar itu selalu didatangi oleh kader-kader dakwah yang berbeda-beda dari kampus yang berbeda-beda. Dan ruang kestari menjadi ruang bersama untuk kumpul dan berbagi ilmu. Sama halnya seperti yang terjadi pada malam yang dingin itu, ruang kestari lagi-lagi dipenuhi oleh kader-kader yang mengerjakan pekerjaannya di meja kerja bersama. Hujan lebat baru saja reda, Wildan dan Suhenda masih anteng dengan netbooknya, begitupun dengan Badri yang...