(Serial Kepemimpinan)
Menimbang sikap negarawan dan kematangan berpolitik seseorang, agaknya menjadi diskursus yg selalu menarik dalam dunia per-gibahan duniawi. Konon, dalih akan bolehnya menggibah ini adalah dalam upaya mencari model kepemimpinan ideal, sebab kita adalah calon pemimpin di masa depan, katanya.
Ternyata mencari sosok negarawan yang memiliki kematangan berpolitik itu tidak mudah. Barangkali sering kita menyaksikan orang-orang memasukkan persoalan politik ke dalam hati dan perasaannya, yang berimbas pada pendeknya sumbu kedewasaan alias kekanak-kanakan.
Perasaanya mudah diombang-ambing oleh manuver lawan politik atau situasi politik yang tengah dihadapinya. Gengsi, emosi, dilema, campur aduk menutupi objektifitas dalam memandang keadaan. Keputusan yang diambil bukan lagi karena untuk kepentingan umat, tetapi gara-gara ingin memenuhi hasrat emosinya yang arogan dan feodal.
Sikap negarawan yang memiliki kematangan berpolitik bukan berarti bersikap permisif, yang tampak bijak-sana dan bijak-sini, serta mengabaikan prinsip-prinsip keadilan. Asal semua senang, asal posisi aman, asal kebagian, di waktu yang sama rakyat dijadikan korban kepentingan fulitik.
Seorang negarawan yang memiliki kematangan berpolitik juga bukan berarti abai pada nilai-nilai idealisme. Prinsip mesti tetap teguh, katanya, dan strategi mesti luwes. Katakan putih adalah putih, katakan abu-abu adalah abu-abu.
Adakalanya keras, ada juga saatnya santuy. Keras pada kebatilan, santuy pada hal yang kurang substansial, dan berkasih sayang pada kebaikan.
Memiliki ruang yang lapang pada perbedaan, tapi bukan berarti membiarkan penghianatan. Egaliter, memaafkan, tapi jeli pada anasir-anasir jahat.
Terbuka, dan memiliki daya tahan yang kuat pada kritikan, umpatan, atau cibiran.
Sosok negarawan yang matang dalam berpolitik, mungkin adalah sosok ideal yang dibutuhkan oleh negeri ini, setidaknya agar iklim demokrasi kita naik kelas dan berkualitas.
Komentar
Posting Komentar