Langsung ke konten utama

Kisah Zaky Sang Hafidz Qur’an #2 “Kabar Burung”



(Lanjutan Tulisan Mujang Kurnia)
Oleh : Imam Maulana

            Senja bukan gambaran kesedihan, namun senja hanya tak piawai ungkapkan kebahagiaan bertemu dengan sang malam. Burung-burung kembali ke sangkarnya. Angin sepertinya telah lama pergi, pergi bersama keinginan Zaky untuk menikahi wanita idamannya. Sore itu setelah usai muroja’ah surat At-Takwir di kamarnya yang berada di lantai atas rumahnya, ia kembali teringat dengan perasaanya yang pernah bersarang dalam dadanya. Perasaan ketika ia baru saja menjadi mahasiswa baru di kampusnya. Kenangan tersebut tampaknya sulit dilupakan. Waktu yang terus mempertemukan dengan wanita tersebut malah membuat perasaannya semakin menjadi-jadi. Panah asmara seperti menusuk terlalu dalam, dalam sekali. Dialah Zaky, secinta apapun ia dengan seseorang, ia tidak akan pernah mengatakannya kepada siapapun kecuali kepada Allah di setiap sujudnya. Dadanya seketika menjadi sesak, jika harus tahu bahwa wanita idamannya bukanlah masa depannya. Tapi ia bertekad untuk menghapus perasaan itu dengan bersungguh-sungguh menjadi tahfidz 30 juz.
            2 Tahun sudah setelah ia wisuda, kini hafalannya sudah hampir 20 Juz. Ia hiasi malam-malamnya dengan bersimpuh memohon untuk dihilangkan perasaan yang semestinya tidak bersarang terlalu lama, terlebih perasaan yang tidak halal baginya.
***
            Suatu ketika ia diminta untuk menjadi pemateri oleh organisasinya semasa ia di kampus. Zaky sangat senang apabila diminta mengisi kegiatan mahasiswa (halah biar inget aje itu mah sama si dia, ya kan jang? Eh Zak? Hee). Setelah ia membius ratusan mahasiswa dengan kata-kata saktinya, ia pun berbincang-bincang dengan adik-adik kelasnya.
            “Wahhh keren banget akh Zaky, tadi semuanya pada nangis pas dimuhasabah” Ujar Rizal.
            “Ah bisa aja. Malah tadi itu gak ada persiapan yang matang loh zal. Tapi syukur deh, ana lebih senang lagi setelah acara ini ada perubahan buat mereka” Balas Zaky.
            Ahhh begitulah Zaky, ia selalu merendah tapi ia juga tak bisa menyembunyikan sifat ke GRannya pada orang lain.
            “Zal, alumni-alumni suka pada mampir ke kampus gak setelah kita wisuda?”
            “Hmm, siapa ya akh? Kemarin sih ada yang teteh-teteh gak jadi nikah itu”
            “Lah, emang ada? Masa sih? Kok gak ada kabar macam itu ke ana ya?”
            “Gatau ding, lupa juga takut salah lah, hee”
Zaky langsung teringat dengan wanita idamannya, dan hatinya sedikit berkecamuk. Zaky sedikit gusar dan bingung, apa sebetulnya yang harus ia rasakan mendengar kabar itu? apakah bahagia melihat teman seperjuangannya tidak jadi menikah? Atau senang karena ia punya kesempatan untuk menikahinya?
***
To be continued...

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ringkasan Buku Komitmen Muslim Sejati (Ust. Fathi Yakan) Bagian Pertama

BAB PERTAMA APA ARTINYA SAYA MENGAKU MUSLIM? Bagian pertama buku ini memaparkan karakteristik terpenting yang harus ada pada diri seseorang agar ia menjadi muslim sejati. Berikut akan di bahas secara ringkas karakteristik paling menonjol yang harus ada pada diri seorang muslim agar pengakuannya sebagai penganut agama ini merupakan pengakuan yang benar dan jujur.  Dalil: Qs. Al-Hajj:78 Karakteristik yang harus dimiliki agar menjadi seorang muslim sejati adalah sebagai berikut: Pertama : SAYA HARUS MENGISLAMKAN AKIDAH SAYA          Syarat pertama pengakuan sebagai muslim dan sebagai pemeluk agama ini adalah hendaklah akidah seorang muslim adalah akidah yang benar dan sahih, selaras dengan apa yang terdapat dalam Al-Quran dan sunah Rasulullah Saw. Konsekuensi dari mengislamkan akidah saya: 1.            Saya harus meyakini bahwa pencipta alam ini adalah Allah Yang Hakim (Mahabija...

Mengembalikan Atmosfir Dakwah Yang Hilang #2 “Pejuang Spanduk”

Oleh : Imam Maulana             Tetesan air masih berjatuhan dari asbes rumah besar dakwah di komplek KPN, Kota Serang. Udara dingin menyergap masuk melalui jendela yang terbuka  di ruang kestari yang tepat bersebelahan dengan ruang depan. Di ruang tersebut terdapat 2 buah meja kerja yang disusun menempel dengan jendela, dan 1 meja lagi ditempatkan di pojok ruangan. Kabel-kabel cargeran laptop dan Hp yang kusut seperti menjadi pemandangan sehari-hari di sana. Setiap harinya pun rumah besar itu selalu didatangi oleh kader-kader dakwah yang berbeda-beda dari kampus yang berbeda-beda. Dan ruang kestari menjadi ruang bersama untuk kumpul dan berbagi ilmu. Sama halnya seperti yang terjadi pada malam yang dingin itu, ruang kestari lagi-lagi dipenuhi oleh kader-kader yang mengerjakan pekerjaannya di meja kerja bersama. Hujan lebat baru saja reda, Wildan dan Suhenda masih anteng dengan netbooknya, begitupun dengan Badri yang...