Langsung ke konten utama

Mental Pemenang


Oleh : Imam Maulana

                        Generasi pejuang harus memiliki mental sebagai seorang pemenang. Ia tidak mudah ditumbangkan hanya karena ia kalah dalam pertarungan. Hatinya tetap teguh seteguh batu karang di lautan. Bersabar dan bertahan sekeras dan seseering apapun deburan ombak menghantam. Alih-alih dia yang harus bersabar namun nyataya rintanganlah yang harus lebih bersabar untuk tetap bertahan menghadapi kesabarannya.
Jauh di dalam kesendiriannya ia memilih untuk tetap tenang menjalani kehidupan. Dengan ketenangannya inilah tantangan demi tantangan dapat ia lalui. Ia sadar bahwa syetan akan mudah mengendalikan dirinya dalam ketergesa-gesaan.
Seorang pemenang akan senantiasa berusaha menjauhi dirinya dari sesuatu hal yang membuat dirinya terhinakan. Ia sangat menjaga dirinya dari sesutau yang menurunkan derajatnya di mata orang lain. Dengan demikian ia lebih berhati-hati dalam berbicara dan tingkah laku yang menjerumuskannya ke dalam lumpur kehinaan. Tutur katanya membuat orang lain merasa hangat dan nyaman. Ia sosok yang menyenangkan bagi orang yang ada di sekelilingnya. Akhlak baiknya menjadikana ia dicintai oleh lingkungannya dan membuat ia disegani oleh musuh-musuhnya.
Seorang pemenang mengedepankan prasangka dan pemikiran positif. Ia sadar bahwa apabila ia sering berburuk sangka dari dangkalnya dugaan-dugaan, hanya akan mengarahkan ia kepada sebuah kesesatan pemikiran. Ia mampu mengambil hikmah dibalik kenyataan yang harus ia hadapi.
Saat ia sedang berada di atas, ia tidak serta merta menyombongkan dirinya. Ujub adalah sebuah perasaan yang betul-betul diwaspadai. Ia meyakini bahwa tak ada kepantasan baginya untuk sombong dan ujub, apalagi sampai-sampai merendahkan orang lain bahkan musuhnya sekalipun. Bagi seorang pemenang, sombong dan ujub adalah tanda-tanda kebodohan. Bodoh karena tidak tahu bahwa sesungguhnya sebuah kesempurnaan atau sebuah kelebihan itu nyatanya bukan datang dari dirinya, melainkan atas izin Allah Swt. Ia terus berusaha belajar agar tetap rendah hati diantara banyaknya kelebihan-kelebihan yang ia dapatkan.
Ia adalah orang yang memiliki komitmen. Sekali dia berkomitmen, maka sulit untuknya melalaikan komitemn tersebut. Ia lebih senang menunggu daripada ditunggu. Tidak peduli dengan kebiasaan lingkungannya yang sering mengabaikan ketepatan waktu, ia mencoba untuk terus tepat waktu. Bagaimana mungkin seorang pemenang menganggap remeh waktunya, sedang ia adalah seorang yang sibuk dengan banyaknya agenda kebaikan yang harus ia menangkan?

Seorang pemenang tidak lagi membicarakan sesuatu yang sia-sia terlebih terindikasi gibah. Ia senang berwacana untuk membangun peradaban. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ringkasan Buku Komitmen Muslim Sejati (Ust. Fathi Yakan) Bagian Pertama

BAB PERTAMA APA ARTINYA SAYA MENGAKU MUSLIM? Bagian pertama buku ini memaparkan karakteristik terpenting yang harus ada pada diri seseorang agar ia menjadi muslim sejati. Berikut akan di bahas secara ringkas karakteristik paling menonjol yang harus ada pada diri seorang muslim agar pengakuannya sebagai penganut agama ini merupakan pengakuan yang benar dan jujur.  Dalil: Qs. Al-Hajj:78 Karakteristik yang harus dimiliki agar menjadi seorang muslim sejati adalah sebagai berikut: Pertama : SAYA HARUS MENGISLAMKAN AKIDAH SAYA          Syarat pertama pengakuan sebagai muslim dan sebagai pemeluk agama ini adalah hendaklah akidah seorang muslim adalah akidah yang benar dan sahih, selaras dengan apa yang terdapat dalam Al-Quran dan sunah Rasulullah Saw. Konsekuensi dari mengislamkan akidah saya: 1.            Saya harus meyakini bahwa pencipta alam ini adalah Allah Yang Hakim (Mahabija...

Kisah Zaky Sang Hafidz Qur’an #2 “Kabar Burung”

(Lanjutan Tulisan  Mujang Kurnia ) Oleh : Imam Maulana             Senja bukan gambaran kesedihan, namun senja hanya tak piawai ungkapkan kebahagiaan bertemu dengan sang malam. Burung-burung kembali ke sangkarnya. Angin sepertinya telah lama pergi, pergi bersama keinginan Zaky untuk menikahi wanita idamannya. Sore itu setelah usai muroja’ah surat At-Takwir di kamarnya yang berada di lantai atas rumahnya, ia kembali teringat dengan perasaanya yang pernah bersarang dalam dadanya. Perasaan ketika ia baru saja menjadi mahasiswa baru di kampusnya. Kenangan tersebut tampaknya sulit dilupakan. Waktu yang terus mempertemukan dengan wanita tersebut malah membuat perasaannya semakin menjadi-jadi. Panah asmara seperti menusuk terlalu dalam, dalam sekali. Dialah Zaky, secinta apapun ia dengan seseorang, ia tidak akan pernah mengatakannya kepada siapapun kecuali kepada Allah di setiap sujudnya. Dadanya seketika menjadi sesak, j...

Mengembalikan Atmosfir Dakwah Yang Hilang #2 “Pejuang Spanduk”

Oleh : Imam Maulana             Tetesan air masih berjatuhan dari asbes rumah besar dakwah di komplek KPN, Kota Serang. Udara dingin menyergap masuk melalui jendela yang terbuka  di ruang kestari yang tepat bersebelahan dengan ruang depan. Di ruang tersebut terdapat 2 buah meja kerja yang disusun menempel dengan jendela, dan 1 meja lagi ditempatkan di pojok ruangan. Kabel-kabel cargeran laptop dan Hp yang kusut seperti menjadi pemandangan sehari-hari di sana. Setiap harinya pun rumah besar itu selalu didatangi oleh kader-kader dakwah yang berbeda-beda dari kampus yang berbeda-beda. Dan ruang kestari menjadi ruang bersama untuk kumpul dan berbagi ilmu. Sama halnya seperti yang terjadi pada malam yang dingin itu, ruang kestari lagi-lagi dipenuhi oleh kader-kader yang mengerjakan pekerjaannya di meja kerja bersama. Hujan lebat baru saja reda, Wildan dan Suhenda masih anteng dengan netbooknya, begitupun dengan Badri yang...