Langsung ke konten utama

Mengembalikan Atmosfir Dakwah Yang Hilang #2 “Pejuang Spanduk”


Oleh : Imam Maulana

            Tetesan air masih berjatuhan dari asbes rumah besar dakwah di komplek KPN, Kota Serang. Udara dingin menyergap masuk melalui jendela yang terbuka  di ruang kestari yang tepat bersebelahan dengan ruang depan. Di ruang tersebut terdapat 2 buah meja kerja yang disusun menempel dengan jendela, dan 1 meja lagi ditempatkan di pojok ruangan. Kabel-kabel cargeran laptop dan Hp yang kusut seperti menjadi pemandangan sehari-hari di sana. Setiap harinya pun rumah besar itu selalu didatangi oleh kader-kader dakwah yang berbeda-beda dari kampus yang berbeda-beda. Dan ruang kestari menjadi ruang bersama untuk kumpul dan berbagi ilmu.
Sama halnya seperti yang terjadi pada malam yang dingin itu, ruang kestari lagi-lagi dipenuhi oleh kader-kader yang mengerjakan pekerjaannya di meja kerja bersama. Hujan lebat baru saja reda, Wildan dan Suhenda masih anteng dengan netbooknya, begitupun dengan Badri yang tak kalah lengket jarinya untuk memijat keyboard netbook birunya. Fajrudin masih tenggelam dalam kekhusyuannya membaca Al-qur’an di aula, dekat ruang kestari. Refki yang sejak selesai sholat Isya duduk di sofa tampak serius membaca buku yang berjudul ‘Leiden!’, katanya dia sedang persiapan untuk menjadi pembicara pada acara Bedah Kampus oleh KAMMI Kom.Untirta yang akan diselenggarakan beberapa hari lagi. Sukatno yang duduk di samping Refki memintanya untuk menceritakan isi buku yang sedang ia baca. Lalu Refki pun menceritakan isi buku itu dengan menggebu-gebu. Buku itu merupakan kumpulan biografi singkat beserta kisah heroik para tokoh-tokoh dunia, seperti Mahatma Gandhi, Soekarno, Agus Salim, Hasan Al-Banna, Syekh Ahmad yasin dan banyak tokoh dalam dan luar negeri lainnya. Saya yang duduk di lantai yang berhadapan dengan Refki dan Sukatno terpaksa menutup buku yang sedang saya baca, berjudul ‘Renovasi Negeri Madani’. Mata dan telinga saya, saya fokuskan pada Refki yang sedang menjelaskan buku yang ia baca.
setelah dipastikan rintik hujan tak lagi terdengar, kami bertujuh segera menyiapkan peralatan dan segala yang diperlukan untuk memasang spanduk sebuah kegiatan yang akan diselenggarakan pada 4 hari ke depan, tepatnya pada hari Minggu di Rumah Dunia. Ya, kami memang pada malam itu berencana untuk memasang spanduk di beberapa titik yang ada di Kota Serang. Kami hentikan segala aktivitas dan bergegas pergi dari rumah besar itu. Sesaat kami ingin keluar, Raidhil datang bersama motor Vega R merahnya. Seperti biasa, dia datang dengan menjinjing plastik putih, kali ini dia membawa 4 botol Floridina, minuman mirip Pulpy Orange. Setelah beberapa dari kami mencicipi minuman yang segar itu, dalam sekejap kami pun telah meninggalkan rumah besar itu. Kami tinggalkan Raidhil untuk istirahat. Ya, dia tampak kelelahan, mungkin terlalu banyak pekerjaan yang ia harus selesaikan sebagai Wakil Presiden mahasiswa Untirta saat itu. Kami pun memakluminya.
Titik pertama yang menjadi target pemasangan spanduk adalah di Alun-Alun barat kota Serang. Malam itu alun-alun barat Serang terlihat ramai oleh penjual dan pembeli yang memenuhi trotoar alun-alun yang menghadap tepat di depan gedung Pemkab Serang yang sepi sesepi pendaftaran calon bupati kab.Serang yang akan diselenggarakan bersamaan dengan pilkada serentak 2015. Hanya ada satu pasang calon yang sah terdaftar sebelumnya. Namun setelah perpanjangan waktu, akhirnya calon lain yang sebelumnya mendaftar tapi tidak sah, dinayatakan sah untuk menjadi peserta pilkada. Itu artinya pilkada kab.Serang bisa diselenggarakan pada tahun ini itu pun jika pada proses verifikasi pasangan calon bupati dan wakil bupati kab.Serang tidak ada yang didiskualifikasi karena ketidak validan data.
Lampu temaram pinggir alun-alun sukses berfungsi untuk menerangi aktivitas mereka di tengah gelapnya kota Serang. Padahal sebetulnya trotoar tidak boleh digunakan untuk berdagang, tapi kalau di fikir ulang, lantas para pedagang harus berjualan di mana lagi melihat tidak adanya lokasi yang disediakan khusus untuk mereka.
Saat sampai di alun-alun barat Serang itu, kami memilih untuk membagi menjadi dua tim. Saya dan Refki mendapat tugas di wilayah arah Pakupatan, dan sisanya tetap di alun-alun, karena spanduk yang harus dipasang lumayan cukup besar harus memakai bambu sebagai pengokohnya.
Semakin malam, kota berslogan Serang Madani itu semakin dingin. Lampu-lampu hiasan Asmaul Husna yang berjajar di jalan protokol kota serang masih berdiri tegak, meskipun tampak tidak terawat. Semakin malam, pengendara motor maupun mobil semakin berani menerabas lampu merah dengan kecepatan tinggi. Semakin malam, Alfa mart dan Indomart yang menjamur di kota Serang mulai tutup bergantian. Saya dan Refki memasang spanduk dengan telaten di belokan jalan setelah Rs. Sari Asih, depan kampus Untirta dan depan terminal Pakupatan.
Setelah spanduk terpasang di wilayah arah Pakupatan da Alun-Alun, kami kembali kumpul bersama dan melanjutkan untuk pemasangan spanduk di daerah Palima. Perjalanan cukup jauh, di tengah perjalanan motor yang saya kendarai bersama Refki tiba-tiba mogok. Motor Vega R merah milik Raidhil itu rupanya kehabisan bahan bakar, terpaksa harus di bantu dorong (step) dengan motor Mio putih milik Badri sampai ke pom bensin Palima.

Seluruh spanduk telah terpasang pada tempatnya. Sebelum pulang ke rumah besar, kami mengisi perut yang sejak tadi menuntut untuk di isi. Kami memilih nasi uduk di arah ke Pasar Rau. Meskipun jam menunjuk pukul 02.30, warung nasi uduk itu masih terlihat ramai. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mereka Yang Diperingati Satu Mei

  Oleh: Imam Maulana, S.Sos (Direktur Socialedu Center)   Di tengah genosida yang masih terjadi di Gaza oleh Israel, hari ini 1 Mei kita diajak untuk mengingat tentang sekelompok manusia yang terus berjuang dan melakukan perlawanan pada ketidakadilan. Cerita perjuangan dan perlawanan ini barangkali adalah memang agenda yang tidak terpisahkan dari kisah perjalanan umat manusia dalam melawan segala bentuk kedzaliman. Ada yang berjuang untuk mempertahankan tanah airnya seperti yang masih dilakukan oleh bangsa Palestina hingga hari ini, ada juga yang berjuang untuk memperoleh hak-haknya seperti kaum pejuang yang kita peringati hari ini. Kaum yang kita peringati hari ini memiliki peran penting pada hajat hidup orang banyak. Mereka adalah orang-orang yang membangun jalan yang kita lalui, mereka juga mengolah makanan enak yang kita makan, menjahit pakaian yang kita pakai, bahkan mereka juga adalah orang-orang yang membuat sepatu yang kita gunakan . Mereka adalah manusia-manusia dibal...

8 Tahun Menikah dan Pentingnya Kehangatan Keluarga

26 Maret 2025 merupakan hari jadi pernikahan kami yang ke 8 tahun. Usia yang terasa begitu panjang meski seperti baru kemarin kami menjalani akad nikah. 8 tahun yang berlalu tentu ada banyak dinamika yang telah kami lalui. Baik dinamika yang kami alami berdua maupun dinamika yang kami saksikan pada lingkungan sekitar. Atas dinamika yang terjadi, ada satu hal yang kami potret sebagai sesuatu yang kami anggap penting, yaitu adalah sebuah kehangatan dalam berkeluarga. Sebab kami merasa, kehangatan keluarga ini memberikan pengaruh pada kualitas personal setiap anggota keluarga. Semakin hangat hubungan sebuah keluarga, maka akan semakin baik psikis dari setiap anggota keluarga, dan semakin baik psikis seseorang maka ia akan tumbuh jadi seseorang yang memiliki positif vibes, produktif berkarya, serta mampu membagi cinta pada banyak pihak sebab tangki cintanya terisi dengan baik. Begitupun sebaliknya, keringnya hubungan sebuah keluarga akan memberikan dampak negatif pada setiap anggota kelu...

Mau Hidup 1000 Tahun Lagi

by: imammers                                 Suatu ketika ada pohon yang amat besar di sebuah desa. Akarnya kekar mencengkram tanah. Batang-batangnya membentang mengarah ke langit. Daun-daunnya yang hijau setia memayungi bumi. Saat angin bertiup keluarlah suara-suara merdu. Bisa jadi ia memiliki usia puluhan tahun atau bahkan sampai ratusan dan ribuan tahun. Setiap tahun pohon tersebut dapat menghasilkan buah-buahan yang cukup menghidupi desa dari kelaparan. Tapi, kebanyakan orang-orang desa tidak mengetahui kapan pohon besar itu mulai muncul dan tidak peduli sampai kapan pohon itu ada. Dengan berbagai cara, orang-orang desa mengambil buah dari pohon itu. Ada yang melemparinya dengan batu-batu hingga buahnya jatuh. Ada yang menyogok-nyogok dengan sebilah bambu. Ada pula yang menggoyang-goyang dahannya. Setelah mereka dapat buahny...