Langsung ke konten utama

Komentator Dakwah



Oleh : Imammers

Dakwah? jamaah? tarbiyah?
sebuah kata-kata yang santer didengar oleh mereka
yang telah mengikhlaskan dirinya berjuang bersama
untuk menegakkan sebuah kebaikan (katanya)
Seiring berjalannya waktu,
yang ternyata jalan dakwah memang bukan jalan
yang enak. Banyak duri , kerikil, jurang
dan peghalang-penghalang lainnya.
Benar-benar dibutuhkan sebuah keikhlasan yang mendalam
saat mengarunginya.
karena jika tidak, maka hanya akan terasa pedih
ketika kekecewaan datang menghampiri.
kecewa? saya rasa manusiawi, asal tidak
berdampak negatif pada gerakan yang sedang kita lakukan.
Namun, bagaimana jadinya ketika kekecewaan tersebut
berujung pada lepasnya ikatan kebersamaan (jamaah) ?
maka jadilah ia sendirian. Dan konsekuensi logis dari kesendirian
ialah mudah diterkam oleh serigala buas
yang dapat menguasai hati
, sehingga ruhiah terasa kering,
ruhiah yang bermasalah tentu berpengaruh dalam
kehidupan. Keberkahan tak lagi mengisi ruang fitrahnya...
Cara berfikir pun tak seperti saat bersama dakwah,
orientasi berubah... hilang tak terarah... naudzubillah...
Alih-alih menjadi komentator dakwah,
siapa orang benci dengan dakwah maka konsultasikan
kepadanya, si komentator dakwah....
karena komentator dakwah sok faham dengan dakwah
padahal ingin menghancurkan gerakan dakwah
lantaran ia pernah dikecewakan oleh dakwah...
tapi tenang, sekuat apapun orang yang ingn menghancurkan dakwah ini,
sejatinya dakwah ini milik Allah, Allah sendiri yg akan menjaganya,..
dengan atau tanpa kita, dakwah ni akan tetap berjalan....
Boleh jadi kita saat ini getol berjuang atas nama dakwah,
di masa depan, kita getol meruntuhkannya...
Boleh jadi mereka yg saat ini kerja keras meruntuhkannya,
di masa depan malah giat menjadi pembangunnya...
Dan boleh jadi saat ini sedang semangat memperjuangkannya
di masa depan semakin bahagia penuh harap dan terus
bekerja dalam barisan dakwah.
Mari belajar MenCINTAi dakwah ini... tetap beKERJA....
jangan kaget dengan HARMONI yang nantinya ada tuk menghiasi...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ringkasan Buku Komitmen Muslim Sejati (Ust. Fathi Yakan) Bagian Pertama

BAB PERTAMA APA ARTINYA SAYA MENGAKU MUSLIM? Bagian pertama buku ini memaparkan karakteristik terpenting yang harus ada pada diri seseorang agar ia menjadi muslim sejati. Berikut akan di bahas secara ringkas karakteristik paling menonjol yang harus ada pada diri seorang muslim agar pengakuannya sebagai penganut agama ini merupakan pengakuan yang benar dan jujur.  Dalil: Qs. Al-Hajj:78 Karakteristik yang harus dimiliki agar menjadi seorang muslim sejati adalah sebagai berikut: Pertama : SAYA HARUS MENGISLAMKAN AKIDAH SAYA          Syarat pertama pengakuan sebagai muslim dan sebagai pemeluk agama ini adalah hendaklah akidah seorang muslim adalah akidah yang benar dan sahih, selaras dengan apa yang terdapat dalam Al-Quran dan sunah Rasulullah Saw. Konsekuensi dari mengislamkan akidah saya: 1.            Saya harus meyakini bahwa pencipta alam ini adalah Allah Yang Hakim (Mahabija...

Kisah Zaky Sang Hafidz Qur’an #2 “Kabar Burung”

(Lanjutan Tulisan  Mujang Kurnia ) Oleh : Imam Maulana             Senja bukan gambaran kesedihan, namun senja hanya tak piawai ungkapkan kebahagiaan bertemu dengan sang malam. Burung-burung kembali ke sangkarnya. Angin sepertinya telah lama pergi, pergi bersama keinginan Zaky untuk menikahi wanita idamannya. Sore itu setelah usai muroja’ah surat At-Takwir di kamarnya yang berada di lantai atas rumahnya, ia kembali teringat dengan perasaanya yang pernah bersarang dalam dadanya. Perasaan ketika ia baru saja menjadi mahasiswa baru di kampusnya. Kenangan tersebut tampaknya sulit dilupakan. Waktu yang terus mempertemukan dengan wanita tersebut malah membuat perasaannya semakin menjadi-jadi. Panah asmara seperti menusuk terlalu dalam, dalam sekali. Dialah Zaky, secinta apapun ia dengan seseorang, ia tidak akan pernah mengatakannya kepada siapapun kecuali kepada Allah di setiap sujudnya. Dadanya seketika menjadi sesak, j...

Mengembalikan Atmosfir Dakwah Yang Hilang #2 “Pejuang Spanduk”

Oleh : Imam Maulana             Tetesan air masih berjatuhan dari asbes rumah besar dakwah di komplek KPN, Kota Serang. Udara dingin menyergap masuk melalui jendela yang terbuka  di ruang kestari yang tepat bersebelahan dengan ruang depan. Di ruang tersebut terdapat 2 buah meja kerja yang disusun menempel dengan jendela, dan 1 meja lagi ditempatkan di pojok ruangan. Kabel-kabel cargeran laptop dan Hp yang kusut seperti menjadi pemandangan sehari-hari di sana. Setiap harinya pun rumah besar itu selalu didatangi oleh kader-kader dakwah yang berbeda-beda dari kampus yang berbeda-beda. Dan ruang kestari menjadi ruang bersama untuk kumpul dan berbagi ilmu. Sama halnya seperti yang terjadi pada malam yang dingin itu, ruang kestari lagi-lagi dipenuhi oleh kader-kader yang mengerjakan pekerjaannya di meja kerja bersama. Hujan lebat baru saja reda, Wildan dan Suhenda masih anteng dengan netbooknya, begitupun dengan Badri yang...