Pergibahan Duniawi di Sudut Grup WA Terselubung
(Serial Kepemimpinan 7).
Setiap anggota dalam setiap organisasi sudah barang tentu terikat dengan yang namanya aturan organisasi. Selain aturan organisasi, seorang anggota juga kudu tunduk pada keputusan-keputusan hasil rapat/musyawarah dari sebuah organisasi.
Belum lagi setiap anggota dari sebuah organisasi harus juga mematuhi pemimpinnya. Saya terngiang betul dengan ungkapan kawan saya di organisasi nasionalis, katanya 'Pembangkangan seorang anggota kepada ketua, adalah bentuk penghianatan terhadap organisasi.' Kira-kira versi organisasi Islamnya: 'Sami'na wato'na'.
Keputusan-keputusan organisasi kadang tidak sesuai dengan kehendak hati. Disinilah kita diuji, sejauhmana kematangan kita menghadapi situasi seperti ini. Di sini kita perlu hati-hati, sebab keputusan organisasi memang tidak serta merta lahir dari ruang hampa. Pasti ada pertimbangan yang mempengaruhi keputusan tersebut. Apalagi keputusan tersebut diputuskan oleh forum yang di isi oleh orang-orang yang matang dari segi keilmuan, kejiwaan, pengalaman, dan memahami nilai-nilai ideologis yang melekat dalam filosopi organisasi. Secara logika, melihat dari kualitas anggota forum, kira-kira meyakinkan dan layak untuk ditaati.
Namun sehebat apapun orang-orang yang menentukan kebijakan organisasi, mereka juga manusia biasa, yang tak luput dari celah kesalahan. Dan celah itu telah diminimalisir dengan cara bermusyawarah, bertukar pikiran, saling memberi pertimbangan, dan lain sebagainya.
Adakalanya, kita sebagai anggota tetap berat menerima keputusan. Keputusan itu betul-betul bertolak belakang dengan hati nurani. Dalam kondisi ini, ada 4 pilihan yang lumrah kita lihat,
1. Menerima dengan lapang dada. Meyakini bahwa keputusan tersebut merupakan keputusan yang buruk dari yang terburuk. Keputusan tersebut adalah pilihan terakhir dari pilihan-pilihan yang ada. Jadi, ya bismillah aja, sebab apa yg dijalani merupakan langkah kecil mewujudkan cita-cita organisasi.
2. Menerima dengan berat hati. Tetap menjalankan keputusan sebagaimana mestinya. Sambil menata hati dan mencari pencerahan agar dada tidak terlalu sesak. Menerima keputusan, tak lain karena punya semangat mewujudkan visi organisasi.
3. Keluar dari organisasi. Merasa bahwa segala perangkat organisasi ini mengekang hati nurani. Lebih baik di luar, bebas. Tidak ikut keputusan, tidak akan merasa berat.
4. Keluar dan masuk/membentuk organisasi baru yang lebih baik, yang lebih compatible dengan hati nurani. Bagi yang memilih jalan ini, perlunya disadari bahwa selama organisasi tersebut buatan manusia, maka selalu ada celah kelemahan, yang mungkin berdampak pada kekecewaan. Jadi, kalau masuk organisasi atau membuat organisasi karena ingin melarikan diri agar tidak kecewa, agaknya terlalu naif. Masuklah organisasi dengan alasan yang lebih keren dikitlah.
Diantara pilihan tersebut, saya tertarik untuk membahas poin ke-tiga. Saya fikir, betapa enaknya orang yang merdeka (tidak terikat dengan aturan organisasi). Mereka bebas memilih mana yang mau mereka ikuti, mereka bebas mendukung siapapun, mereka bebas mau melakukan apapun, tanpa aturan organisasi yang mengekang dirinya.
Bahkan mereka juga bebas mengomentari kesalahan organisasi, tanpa harus terbebani apapun. Mereka bebas mencibir keputusan organisasi, menganggap gagal, dan lain sebagainya. Apalagi organisasi tersebut berbentuk partai politik.
Sedangkal fikiran saya, partai politik itu memiliki dimensi yang sangat rumit dalam menentukan kebijakan. Keputusan partai politik, harus menimbang situasi politik yang serba dinamis.
Tanpa mengetahui dinamika di dalam dan tidak memahami apa yang tengah dihadapi, dengan enteng kita menjustifikasi sana sini. Bebas tanpa beban. Tanpa celah untuk diserang balik. Sebab merdeka semerdeka merdekanya...
Kita lupa kalau untuk menjadi kepala daerah atau kepala negara, atau yang seputar dengan kekuasaan, eksistensi partai politik menjadi penting. Tidak boleh tidak ada. Dari sini kita belajar, eksistensi partai jauh lebih penting guna kebermanfaatan yang jauh lebih besar. Sebab tanpa partai yang masuk ke arena pertarungan, bagaimana mungkin spirit perbaikan dapat kita wujudkan jadi kebijakan bagi rakyat banyak.
Selama partai politik masih menjadi prasyarat penting dari sistem negara ini, selama itu juga eksistensi partai jauh lebih penting. Asalkan eksistensi partai politik, bertujuan untuk kesejahteraan rakyatnya.
Terlepas daripada itu, apapun selalu harus ada penyeimbang agar apapun tidak mewujud jadi kekuatan yang otoritarian, arogan atau feodal. Partai politik, atau organisasi apapun, tak lepas dari celah. Tetap harus diingatkan jika salah langkah.
Note :
Pentingnya eksistensi parpol dalam sistem kenegaraan, bukan berarti menihilkan peran peran dari lembaga non parpol atau tokoh tokoh non parpol.
Komentar
Posting Komentar