Langsung ke konten utama

Gaya Kepemimpinan, Jadi Faktor Penting Lahirnya Ketaatan


Serial Kepemimpinan 12

 

Mengapa seorang anggota tidak memiliki ketaatan utuh terhadap ketua organisasi, padahal Ia telah melalui serangkaian pembinaan organisasi cukup lama? Bahkan sebenarnya Ia telah memahami bahwa ketaatan itu penting dalam proses berorganisasi? Mari kita simak ulasannya dari referensi yang eksklusif dan kurang dieksplorasi ini..

 

Dalam tulisan kemarin, Sa'id Hawa memberikan pelajaran bahwa ada dua kata kunci agar muncul sebuah ketaatan utuh dari seorang anggota organisasi, ialah Ilmu dan Kepercayaan (rasa percaya terhadap pemimpin).

 

Pertama, Ilmu. Bila pada tahap pertama, seorang anggota organisasi sekedar diberikan informasi umum tentang nilai-nilai atau prinsip umum organisasi, maka pada tahap kedua, anggota organisasi diberikan fasilitas pembinaan guna menginternalisasi nilai-nilai dan prinsip organisasi secara lebih khusus dan mendalam. Dalam proses ini kira kira terjadi transmisi ilmu, proses pembangunan keyakinan terhadap sebuah pemahaman. 

 

Kedua, kepercayaan (rasa percaya terhadap pemimpin). Yang dimaksud kepercayaan ini adalah rasa puasnya seorang anggota organisasi atas pimpinannya, baik dalam hal kapasitas kepimpinannya maupun keikhlasannya, dengan kepuasan mendalam yang menghasilkan perasaan cinta, penghargaan, penghormatan, dan ketaatan.

 

Apakah kita sebagai seorang pemimpin organisasi sudah memberikan kepuasan kepada para anggota akan hal kedalaman kapasitas dan keikhlasan? Di sini kita menyadari, bahwa ternyata ada PR besar yang harus dimiliki seorang pemimpin agar dapat dipercaya dan ditaati oleh seorang anggota organisasi. (Tentu caranya bukan dengan mengemis ketaatan seorang anggota)

 

Lagi, Imam Hasan Al-Banna memberikan inspirasi kepada kita tentang sifat-sifat apa yang harus dimiliki seorang pemimpin : Seorang pemimpin, kata beliau, adalah orang yang terkumpul padanya sifat seorang ayah, sifat seorang guru, sifat seorang ruhaniawan, dan sifat seorang pemimpin politik dan militer sekaligus. Bila sifat-sifat itu tidak ada dalam diri pemimpin, maka akibatnya kepercayaan anggota juga tidak sempurna. Dalam hal ini organisasi harus mempersembahkan seorang pemimpin yang dalam dirinya terhimpun sifat-sifat ini.

 

Selain memiliki sifat-sifat di atas, kepercayaan anggota bisa dibangun dari seorang pemimpin yang memang memiliki keahlian. Seorang pemimpin juga harus dikenal kepribadiannya secara lebih dekat oleh anggotanya. Ia harus memenuhi kepuasan batin anggotanya dengan kapasitas dan keikhlasan.

 

Sa'id Hawwa, memberikan catatan kepada kita tentang sebuah kepercayaan, bahwa sebuah kepercayaan (ketaatan) tidak datang dari tuntutan, tetapi datang karena seiring dengan tumbuhnya perasaan dan pandangan anggota terhadap kapasitas dan kearifan dari seorag pemimpin. Diantara kesalahan seorang pemimpin, ialah karena mereka tidak mampu  menanamkan rasa percaya (kurang mampu membina atau kurang mampu berinteraksi dengan jiwa manusia), yang berakibat pada lemahnya sebuah kepercayaan.

 

Sudah tidak mampu menanamkan rasa percaya, seorang pemimpin justru menuntut ketaatan seorang anggota? Sebuah hal yang paradoks.

 

Seorang pemimpin organisasi, kiranya perlu mengevaluasi bagaimana gaya kepemimpinannya selama ini? Sejauhmana seorang pemimpin mengenal anggota-anggotanya? Sejauhmana ia peduli terhadap anggota-anggotanya? Sejauhmana kecermatannya mengatasi persoalan-persoalan yang ada?

 

Sa’id Hawwa mencoba memberikan solusi atas persoalan hilangnya rasa percaya terhadap pemimpin, ialah dengan mengungkap persoalan yang sebenarnya dan bekerjasama untuk menyempurnakan berbagai kekurangan.

 

Bicarakanlah dengan anggota-anggota organisasi, apa persoalan yang tengah dihadapi organisasi? Buka forum-forum dialog agar semuanya jelas mengapa harus begini dan begitu? Kedepankan objektifitas dalam mengurai persoalan, kesampingkan ego pribadi, sebab organisasi bukan wadah pemenuhan nafsu pribadi seorang pimpinan.

 

Repot juga bahas persoalan ketaatan ini. Padahal ada banyak organisasi yang tidak sempat berfikir tentang bab ini, tetapi organisasinya berjalan dan baik-baik saja. Anggota-anggotanya siap siaga mendengar intruksi pimpinannya, tanpa pernah belajar ketaatan dari Imam Hasan AL-Banna atau Sa’id Hawwa. Kok bisa? Jawabannya mungkin ada banyak.

 

Menurut saya, seorang pemimpin tidak perlu sibuk berfikir bagaimana caranya agar anggota-anggotanya taat. Apalagi sibuk mengulang penjelasan bab taat dalam setiap pertemuan yang membuat anggotanya jadi mabok. Jalani saja kerja-kerja organisasi dengan baik sesuai panduan organisasi yang ada dengan penuh kecintaan, ketulusan, keikhlasan, dan kejujuran, serta keadilan.

 

Terlepas daripada itu semua, setelah ikhtiar dan tawakkal, kalau masih ada anggota yang dianggap tidak taat setelah melalui proses yang panjang di atas, ya sudah serahkan kepada Yang Maha Kuasa.

Jangan panjang-panjang bahas bab ini, ada persoalan umat yang lebih penting untuk diatasi. Move On!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ringkasan Buku Komitmen Muslim Sejati (Ust. Fathi Yakan) Bagian Pertama

BAB PERTAMA APA ARTINYA SAYA MENGAKU MUSLIM? Bagian pertama buku ini memaparkan karakteristik terpenting yang harus ada pada diri seseorang agar ia menjadi muslim sejati. Berikut akan di bahas secara ringkas karakteristik paling menonjol yang harus ada pada diri seorang muslim agar pengakuannya sebagai penganut agama ini merupakan pengakuan yang benar dan jujur.  Dalil: Qs. Al-Hajj:78 Karakteristik yang harus dimiliki agar menjadi seorang muslim sejati adalah sebagai berikut: Pertama : SAYA HARUS MENGISLAMKAN AKIDAH SAYA          Syarat pertama pengakuan sebagai muslim dan sebagai pemeluk agama ini adalah hendaklah akidah seorang muslim adalah akidah yang benar dan sahih, selaras dengan apa yang terdapat dalam Al-Quran dan sunah Rasulullah Saw. Konsekuensi dari mengislamkan akidah saya: 1.            Saya harus meyakini bahwa pencipta alam ini adalah Allah Yang Hakim (Mahabija...

Kisah Zaky Sang Hafidz Qur’an #2 “Kabar Burung”

(Lanjutan Tulisan  Mujang Kurnia ) Oleh : Imam Maulana             Senja bukan gambaran kesedihan, namun senja hanya tak piawai ungkapkan kebahagiaan bertemu dengan sang malam. Burung-burung kembali ke sangkarnya. Angin sepertinya telah lama pergi, pergi bersama keinginan Zaky untuk menikahi wanita idamannya. Sore itu setelah usai muroja’ah surat At-Takwir di kamarnya yang berada di lantai atas rumahnya, ia kembali teringat dengan perasaanya yang pernah bersarang dalam dadanya. Perasaan ketika ia baru saja menjadi mahasiswa baru di kampusnya. Kenangan tersebut tampaknya sulit dilupakan. Waktu yang terus mempertemukan dengan wanita tersebut malah membuat perasaannya semakin menjadi-jadi. Panah asmara seperti menusuk terlalu dalam, dalam sekali. Dialah Zaky, secinta apapun ia dengan seseorang, ia tidak akan pernah mengatakannya kepada siapapun kecuali kepada Allah di setiap sujudnya. Dadanya seketika menjadi sesak, j...

Mengembalikan Atmosfir Dakwah Yang Hilang #2 “Pejuang Spanduk”

Oleh : Imam Maulana             Tetesan air masih berjatuhan dari asbes rumah besar dakwah di komplek KPN, Kota Serang. Udara dingin menyergap masuk melalui jendela yang terbuka  di ruang kestari yang tepat bersebelahan dengan ruang depan. Di ruang tersebut terdapat 2 buah meja kerja yang disusun menempel dengan jendela, dan 1 meja lagi ditempatkan di pojok ruangan. Kabel-kabel cargeran laptop dan Hp yang kusut seperti menjadi pemandangan sehari-hari di sana. Setiap harinya pun rumah besar itu selalu didatangi oleh kader-kader dakwah yang berbeda-beda dari kampus yang berbeda-beda. Dan ruang kestari menjadi ruang bersama untuk kumpul dan berbagi ilmu. Sama halnya seperti yang terjadi pada malam yang dingin itu, ruang kestari lagi-lagi dipenuhi oleh kader-kader yang mengerjakan pekerjaannya di meja kerja bersama. Hujan lebat baru saja reda, Wildan dan Suhenda masih anteng dengan netbooknya, begitupun dengan Badri yang...