Langsung ke konten utama

Kemarin A, Sekarang B, Besok C



Pergibahan Duniawi di Sudut Grup WA Terselubung
(Serial Kepemimpinan 6)

Inkonsistensi, seolah hal lumrah bagi para pegiat politik di kolam demokrasi. Kemarin bilang A, sekarang B, besok lain lagi.

Misalnya, dulu ada partai politik yang sangat lantang mengatakan 'tolak kenaikan harga BBM!', namun ketika partai tersebut jadi penguasa, justru mereka sendiri yang mengeluarkan kebijakan kenaikan harga BBM.

Kemarin lantang mengkritisi pemerintah, kini tak lagi garang sebab telah dikasih jatah kedudukan, misalnya sebagai menteri, dirut, atau stafsus.

Kemarin bilang ingin mendukung A, kini bilang mendukung B. Mungkin besok bisa jadi ke C.

Kira-kira begitu penilaian publik terhadap politik beserta pegiat-pegiatnya. Kata-katanya sulit dipegang. Maka wajar jika banyak masyarakat yang apolitis. Mereka putus asa terhadap pergulatan politik, sehingga mereka tidak peduli lagi dengan politik, pemerintahan, partai, dan seputarnya.

Lantas, bagaimanakah seharusnya kita melihat situasi seperti ini?

Memang kita perlu sadari, perubahan selalu terjadi dalam pusaran politik. Hal ini disebabkan oleh dinamika yang dihadapi, baik oleh partai politik, pejabat negara, wakil rakyat, dll.

Meskipun demikian, diharapkan agar barisan rakyat selalu hadir untuk menjadi pengingat mereka agar tidak melenceng terlalu jauh.

Kita juga perlu mengklasifikasi mana inkonsistensi (jika dilihat dari untung ruginya rakyat banyak) yang berdampak besar, dan mana inkonsistensi yang berdampak kecil, pada kesejahteraan rakyat banyak.

Inkonsistensi pada kebijakan pemerintah tentu berdampak besar bagi rakyatnya. Bila inkonsistensi tersebut digunakan untuk keuntungan rakyat, maka inkonsistensi tersebut inkonsistensi yang positif. Namun, bila inkonsistensi pemerintah justru merugikan rakyat, maka inkonsistensi tersebut merupakan inkonsistensi negatif, dan pemerintah dalam hal ini kudu dikasih pelajaran. Sebaik-baik pelajaran terhadap penguasa adalah dengan perlawanan.

Ada juga inkonsistensi dalam pilihan politik yang disebabkan oleh realistis dan tidak realistis.

Misalnya, ada seorang tokoh yang dijagokan oleh partai tertentu sebagai bakal calon kepala daerah. Namun setelah di survey, suaranya sedikit. Batal dicalonkan adalah pilihan politik yang sangat realistis. Lagipula batal dicalonkan bukan perbuatan yang salah.

Sekalipun misalnya memilih hal yang tidak realistis, artinya tetap maju dan dengan hasil survey rendah, dana minim, dan serba kekurangan lainnya, maka hal itu sah sah saja. Namanya juga belantika politik, semuanya serba tidak pasti. Siapa tahu akhirnya malah jadi. Siapa tahu Allah berkehendak jadi.

Ada inkonsistensi yang berdampak pada kita secara langsung seperti kebijakan pemerintah, ada juga inkonsistensi yang tidak berdampak pada kita secara langsung seperti pilihan politik dari sebuah partai politik, atau perseorangan.

Pada intinya, inkonsistensi itu baik jika membawa kebaikan. Dan inkonsistensi itu buruk jika membawa kerugian.

Kemarin A, sekarang B, besok C.. kenapa nggak kalo baik?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ringkasan Buku Komitmen Muslim Sejati (Ust. Fathi Yakan) Bagian Pertama

BAB PERTAMA APA ARTINYA SAYA MENGAKU MUSLIM? Bagian pertama buku ini memaparkan karakteristik terpenting yang harus ada pada diri seseorang agar ia menjadi muslim sejati. Berikut akan di bahas secara ringkas karakteristik paling menonjol yang harus ada pada diri seorang muslim agar pengakuannya sebagai penganut agama ini merupakan pengakuan yang benar dan jujur.  Dalil: Qs. Al-Hajj:78 Karakteristik yang harus dimiliki agar menjadi seorang muslim sejati adalah sebagai berikut: Pertama : SAYA HARUS MENGISLAMKAN AKIDAH SAYA          Syarat pertama pengakuan sebagai muslim dan sebagai pemeluk agama ini adalah hendaklah akidah seorang muslim adalah akidah yang benar dan sahih, selaras dengan apa yang terdapat dalam Al-Quran dan sunah Rasulullah Saw. Konsekuensi dari mengislamkan akidah saya: 1.            Saya harus meyakini bahwa pencipta alam ini adalah Allah Yang Hakim (Mahabija...

Kisah Zaky Sang Hafidz Qur’an #2 “Kabar Burung”

(Lanjutan Tulisan  Mujang Kurnia ) Oleh : Imam Maulana             Senja bukan gambaran kesedihan, namun senja hanya tak piawai ungkapkan kebahagiaan bertemu dengan sang malam. Burung-burung kembali ke sangkarnya. Angin sepertinya telah lama pergi, pergi bersama keinginan Zaky untuk menikahi wanita idamannya. Sore itu setelah usai muroja’ah surat At-Takwir di kamarnya yang berada di lantai atas rumahnya, ia kembali teringat dengan perasaanya yang pernah bersarang dalam dadanya. Perasaan ketika ia baru saja menjadi mahasiswa baru di kampusnya. Kenangan tersebut tampaknya sulit dilupakan. Waktu yang terus mempertemukan dengan wanita tersebut malah membuat perasaannya semakin menjadi-jadi. Panah asmara seperti menusuk terlalu dalam, dalam sekali. Dialah Zaky, secinta apapun ia dengan seseorang, ia tidak akan pernah mengatakannya kepada siapapun kecuali kepada Allah di setiap sujudnya. Dadanya seketika menjadi sesak, j...

Mengembalikan Atmosfir Dakwah Yang Hilang #2 “Pejuang Spanduk”

Oleh : Imam Maulana             Tetesan air masih berjatuhan dari asbes rumah besar dakwah di komplek KPN, Kota Serang. Udara dingin menyergap masuk melalui jendela yang terbuka  di ruang kestari yang tepat bersebelahan dengan ruang depan. Di ruang tersebut terdapat 2 buah meja kerja yang disusun menempel dengan jendela, dan 1 meja lagi ditempatkan di pojok ruangan. Kabel-kabel cargeran laptop dan Hp yang kusut seperti menjadi pemandangan sehari-hari di sana. Setiap harinya pun rumah besar itu selalu didatangi oleh kader-kader dakwah yang berbeda-beda dari kampus yang berbeda-beda. Dan ruang kestari menjadi ruang bersama untuk kumpul dan berbagi ilmu. Sama halnya seperti yang terjadi pada malam yang dingin itu, ruang kestari lagi-lagi dipenuhi oleh kader-kader yang mengerjakan pekerjaannya di meja kerja bersama. Hujan lebat baru saja reda, Wildan dan Suhenda masih anteng dengan netbooknya, begitupun dengan Badri yang...