Pergibahan Duniawi di Sudut Grup WA Terselubung
(Serial Kepemimpinan 7)
Pemimpin yang sukses ialah pemimpin yang berhasil melahirkan penerus atau pengganti yang lebih baik.
Regenerasi, masih menjadi diskursus yang menarik diperbincangkan oleh para pegiat organisasi. Ibarat air yang mendiami sebuah wadah, jika lama-lama tidak diganti maka akan muncul lumut, jentik nyamuk, dan sumber penyakit. Di sini pergantian menjadi hal yang penting diperhatikan. Namun bukan sekedar ganti, tetapi harus diganti dengan yang lebih baik.
Konon, tolak ukur keberhasilan sebuah angkatan, adalah bila angkatan sebelumnya berhasil melahirkan angkatan baru yang lebih baik dari sebelumnya.
Dan sebaliknya, kegagalan sebuah angkatan ialah bila tidak berhasil menyiapkan atau melahirkan angkatan baru yang jauh lebih baik. Mungkin ini yang menjadi alasan orang tua yang masih eksis di puncak sehingga enggan pensiun, dengan alibi belum ada orang yang bisa menggantikannya.
Melahirkan pemimpin/angkatan baru yang lebih baik dalam sebuah organisasi bukan pekerjaan mudah. Ia harus melalui proses yang sangat panjang. Mungkin kita perlu belajar dari HOS. Tjokroaminoto dalam melahirkan tokoh-tokoh bangsa.
Setidaknya ada 3 hal yang Tjokro lakukan:
1. Ajak kader-kadernya ikut berjuang. Dari sini kita menyaksikan spirit leadership Tjokro berhasil mem-vibrasi murid-muridnya. Misalnya bagaimana mungkin Soekarno termotivasi menjadi orator yang luar biasa tanpa pernah melihat contoh?
Ya, Seokarno muda kerap diajak Tjokro ikut dalam pertemuan rakyat. Tjokro dengan gagah berorasi di hadapan masa rakyat dengan sangat bergelora. Konon ada yang bilang, kemampuan orasi Soekarno sebetulnya masih di bawah Tjokro, padahal Seokarno yang kita kenal adalah orator terbaik sepanjang sejarah bangsa.
2. Ajak murid-muridnya berfikir.
Di rumah paneleuh, Tjokro biasa memantik dialog dengan kader-kadernya. Kader-kadernya menyampaikan persoalan-persoalan sosial yang tengah dihadapi rakyat. Dalam hal ini terjadi pertemuan intelektual yang merangsang kader-kadernya untuk terus berfikir bagaimana memecahkan masalah-masalah yang ada.
3. Membaca dan Menulis, mengabadikan pikiran.
HOS Tjokroaminoto, selain orator ulung, Ia juga menulis. Dan hampir seluruh tokoh besar bangsa ini juga menulis (dan mereka semua adalah kutu buku). Menulis mengabadikan pikiran, agar terus tersambung dari generasi ke generasi. Agar generasi baru memiliki alternatif role model cara berfikir dalam hadapi persoalan bangsa.
Anak muda bukan barang cantik yang hanya dipajang di etalase. Ia harus diajak bertemu dengan tantangan-tantangan besar, agar terlatih hadapi ujian. Proses itu adalah proses yang amat berharga bagi lahirnya generasi baru yang memahami persoalan bangsa.
Komentar
Posting Komentar